19 Februari 2008

Saya Tidak Bisa

"Saya tidak bisa."
"Saya tidak berbakat."
"Saya hanya orang biasa."

Itulah dalih-dalih yang sering muncul saat seseorang diajak melakukan sesuatu hal yang agak berat atau menantang. Berdalih adalah salah satu ciri dari orang yang hidup di bawah garis. Dalih ini muncul jika seseorang yang tidak memiliki kepercayaan diri, sehingga ia merasa akan gagal jika melakukannya.

Dalih ini dikatakan karena mereka tidak mau repot-repot mencoba, mereka menyabotase kesempatan mereka sendiri untuk sukses bahkan sebelum mereka memulai. Mereka menipu dan meremehkan diri sendiri dengan memberikan tanggapan seperti itu. Mereka mungkin tidak akan gagal, tetapi mereka pasti tidak akan berhasil.

Jika Anda pernah membaca biografi orang-orang yang dikatakan "berbakat" itu, Anda akan melihat bahwa hidup mereka dipenuhi dengan belajar dan latihan serta kemauan mencoba terus-menerus dengan diiringi oleh kegagalan-kegagalan. Atlit-atlit piala Thomas dan Uber yang beberapa waktu lalu gagal, hidupnya dipenuhi oleh dedikasi tinggi terhadap latihan. Hampir tiap hari dan hampir seharian mereka berlatih. Meskipun demikian mereka masih gagal, apa lagi jika tidak berlatih.

Andrias Harefa adalah orang yang berbakat dalam menulis. Buku dan artikelnya begitu banyak dan bahkan beberapa buku dia menjadi best seller. Tetapi Anda tahu bagaimana dia bisa menulis dengan hebat? Dia begitu lahap dalam membaca buku dan sering menulis, dan tidak sedikit tulisannnya yang ditolak media masa.

Oleh karena itu, jangan menganggap diri kita tidak mampu sebelum mencoba, belajar, dan berlatih.

Tak Perlu Lagi Kertas

Oleh Rahmat*

Suatu waktu saya pergi ke klinik yang ada di sebuah Rumah Sakit swasta. Seperti biasa saya konsultasi dan diperiksa oleh seorang dokter. Setelah itu dokter memberitahu ke perawat obat apa saja yang harus saya tebus di apotik. Tetapi, sebelum dokter tersebut selesai saya sudah dipersilahkan untuk keluar ruangan dan menunggu di apotik.

Saya bingung, saya tanyakan kepada dokter tersebut, bagaimana saya bisa menebus obat jika resepnya belum saya terima. Sambil tersenyum dokter itu menjelaskan,

"Tunggu saja di apotik, nanti Anda dipanggil karena resep Anda sudah saya masukan ke komputer yang online dengan apotik."

Jadi dokter tersebut tidak perlu kertas lagi untuk menuliskan resep, cukup memasukan data obat ke komputer dan beritanya langsung sampai ke apotik. Mungkin, riwayat kesehatan saya juga tersimpan dalam database komputer. Inilah salah satu pemanfaatan teknologi dalam bidang manajemen rumah sakit.

Kita bisa melihat sekeliling kita bahwa sudah banyak sekali teknologi yang yang mempermudah hidup manusia. Memang ada teknologi yang merusak lingkungan, namun tidak sedikit teknologi yang justru menyelamatkan lingkungan dan nyawa manusia.

Namun, sehebat-hebatnya teknologi, ini baru salah satu cara untuk mempermudah dan meningkatkan nilai hidup kita. Masih ada cara lain untuk menurunkan biaya, mempercepat waktu, menaikan kinerja, dan menjaga keamanan dan kesalamatan.

Cara-cara tersebut banyak sekali. Pertama adalah cara-cara yang sebenarnya sudah ada, namun kita belum memanfaatkannya. Yang kedua mungkin cara itu belum ada, menunggu Anda untuk memikirkannya. Kedua cara itu lahir dari kepala manusia, Maha Besar Allah yang telah menciptakan kepala manusia yang sangat mengagumkan.

Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.
(QS.Ar Rahman:33)

Perbaikan adalah Oleh Anda

Salah satu anugrah yang dimiliki manusia ialah memiliki kebebasan memilih. Di mana ada kebebasan di sana ada harapan yang cerah jika kita mau memanfaatkan kebebasan tersebut. Adalah terserah Anda mau memilih hidup seperti saat ini terus atau mau memilih kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Mulailah memilih masa depan yang lebih baik, hari ini, saat ini dengan kemampuan yang telah Anda miliki sekarang.

Politisi yang ingkar janji, mungkin iya terjadi. Banyak koruptor mungkin memang banyak. Itu memang harus kita perbaiki, tetapi bukan alasan yang membenarkan kita untuk tidak bertindak, untuk tidak memperbaiki, atau pun untuk membuat hidup kita lebih baik. Sama sekali bukan, karena ternyata orang lain bisa sukses padahal mereka sama-sama berada di Indonesia, menghadapi situasi politik, ekonomi, dan sosial yang sama.

Kita harus mengambil tanggung jawab penuh atas pembentukan dan perumusan kehidupan kita sendiri. Kitalah yang harus mengambil sebuah komitmen untuk tetap berusaha mencapai keadaan yang lebih tinggi. Mulai detik ini dan seterusnya berjanjilah kepada diri sendiri untuk memiliki komitmen yang teguh pada diri kita sendiri bahwa kita akan membuat kehidupan kita lebih baik dalam segala bidang.

Milikilah komitmen untuk terus belajar dan mengaplikasikan hasil belajar dalam rangka memperbaiki terus-menerus. Tidak ada alasan karena sudah tua, tidak alasan sudah punya anak banyak, tidak alasan harus bekerja menafkahi anak istri, tidak alasan tidak punya waktu, tidak alasan apapun untuk terus menuntut ilmu demi perbaikan diri.

Inilah cara menjalani kehidupan yang sepenuhnya. Menuntut ilmu dan memperbaiki kehidupan secara terus menerus adalah amalan yang diajarkan oleh agama kita. Tentu saja jika kita melaksana- kannya akan membuat kita lebih baik dan sukses dunia akhirat. Insya Allah.

Keinginan

Siapa yang tidak memiliki keinginan? Saya belum menemukan orang yang tidak memiliki keinginan. Napoleon Hill dalam bukunya Think and Grow Rich mengatakan bahwa keinginan adalah titik awal dari segala keberhasilan. Namun seberapa orang diantara orang-orang yang memiliki keinginan berhasil mencapai keinginannya? Mari kita lihat beberapa orang dalam kehidupan nyata.

Seorang tukang kunci mengeluhkan apa yang terjadi pada dirinya. Dia bingung dengan keadaan yang dia lihat. Harga naik terus, sementara penghasilan dia tidak kunjung naik. Dia bingung juga mendengar janji-janji para politisi yang ngakunya memihak wong cilik tetapi dia tidak merasa ada orang yang memihaknya. Dia bingung saat banyak melihat mobil mewah, padahal dia rasakan mencari uang itu sangat sulit. Dia menginginkan hidup layak dan aman.

Lain lagi cerita seorang supir bajaj, bukan Bajuri, yang menginginkan dapat menyekolahkan anaknya. Dia tidak bermimpi menyekolahkan anaknya sampai ke negara maju seperti Amerika, Jerman, Jepang, dan negera Eropa. Tidak, dia menginginkan untuk menyekolahkan minimal lulus SMU saja. Tetapi dibalik keinginanya tersebut, dia merasa bingung apakah dia mampu menyekolahkan anak-anaknya. Jangankan untuk sekolah, untuk menutupi setoran dan makan saja sudah sulit bukan main.

Kini kita lihat kehidupan seorang pemuda. Hidupnya habis dengan keluyuran, bergadang, main gitar, pacaran, dan ngobrol sana- sini membuang waktu. Apakah dia tidak memiliki keinginan? Dia banyak memiliki keinginan, dia ingin memiliki sebuah sepeda motor untuk mengantarkan pacarnya, ingin tetap mudah berkomunikasi dengan pacarnya, ingin makan enak, hidup enak, bahkan ingin jadi investor agar tidak perlu kerja tetapi memiliki penghasilan yang tetap.

Jika saya uraikan lagi, masih banyak dan tidak akan tertuliskan contoh-contoh nyata yang serupa dengan ketiga kasus ini. Ketiga kasus ini menceritakan bahwa banyak orang yang memiliki keinginan namun tidak ada usaha untuk mencapai ke arah apa yang mereka cita-citakan. Alih-alih berusaha, ada yang menyalahkan orang lain, ada yang bergantung kepada orang lain, dan bermimpi hidup berubah dengan sendirinya.

Hidup di atas Garis

Tahukah Anda, kambing warna apa yang paling mahal? Jawabannya ialah kambing hitam. Kenapa? Karena "kambing hitam" paling banyak dicari. Jika seseorang gagal atau melakukan suatu kesalahan, orang sering mencari kambing hitam. :)

Padahal, mencari kambing hitam tidak membawa manfaat yang sesungguhnya. Mencari kambing hitam atau menyalahkan sesuatu atau orang lain hanya akan menjadi pembenaran diri sendiri, yang belum tentu orang akan percaya. Hal yang terbaik jika kita melakukan kesalahan atau mengalami kegagalan ialah mengakuinya dan tidak mengulangi dimasa yang akan datang.

Tidak mencari "kambing hitam" adalah salah satu ciri orang yang "hidup di atas garis". "Hidup di atas garis" didefinisikan sebagai "berkemampuan untuk menanggapi". Dengan kemampuan ini muncullah pilihan dan kebebasan. "Hidup di atas garis" berarti bertanggung jawab atas tindakan sendiri dan mau memperbaikinya jika perlu. Dengan hal ini Anda memiliki kebebasan dan memilih apa pun tindakan kita, apa pun yang terjadi dan apa pun kondisi Anda.

Dengan hidup di atas garis, kita tidak akan mandeg dengan alasan kondisi atau apa pun yang terjadi pada diri kita. Hidup kita akan lebih hidup. Kita akan bergairah dan memiliki determinasi yang tinggi dalam mencapai cita-cita kita. Oleh karena itu, mulai sekarang hiduplah di atas garis. Adapun ciri-cirinya ialah bertanggung jawab, memiliki solusi, memiliki pilihan-pilihan, memiliki kebebasan, dan memiliki kemauan.

Sementara ciri-ciri orang yang hidup di bawah garis ialah sering menyalahkan orang lain atau kondisi tertentu, mudah menyerah, membenarkan kesalahan yang dia lakukan, sering berdalih jika melakukan kesalahan atau mengalami kegagalan, dan mengingkari.

Bahaya Berdalih

Berdalih (tauriah) adalah seseorang yang membicarakan sesuatu perkataan yang memiliki makna yang tidak dimaksudkan, tetapi yang dimaksudkan arti yang lain. Berdalih juga sering disebut berkelit.

Jika dilakukan tanpa alasan syar'i, berdalih merupakan bencana yang berbahaya. Berdalih sering menjurus kepada ketidak jujuran, karena mengatakan sesuatu yang tidak benar. Karena ego, sering orang mencari alasan pembenaran lain sehingga tanpa sadar dia menganggap dalih dia menjadi benar, tidak merasa tidak jujur.

Padahal Rasulullah SAW selalu menekankan untuk selalu jujur. Beliau bersabda:"Berpegang teguhlah kamu dengan kejujuran, karena kejujuran menunjukkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan menunjukkan ke syurga dan jika seseorang berlaku jujur dan terus berlaku jujur maka Allah SWT akan mencatatnya sebagai orang yang sangat dipercaya."
(HR Bukhari dan Muslim)

Berdalih sering dilakukan untuk menyembunyikan sesuatu kegagalan atau kesalahan yang dia lakukan. Kenapa dia menyembunyikan? Karena dia takut akan pendapat orang lain terhadap dirinya, dia takut diejek atau dipandang rendah. Berdalih juga bisa menjadi alat untuk lari dari pertanyaan orang lain. Ujung-ujungnya orang yang suka berdalih adalah orang yang tidak memiliki kepercayaan pada dirinya sendiri.

Bahaya berdalih ialah karena dengan berdalih, realita akan tertutupi, tidak nampak, sehingga tidak akan ada perbaikan. Orang yang biasa berdalih tidak akan mengambil pelajaran dari kesalahan dan kegagalan, kerena dia sudah siap untuk berdalih lagi. Padahal jika kita tidak berdalih, selain kita bisa mengambil hikmah dari kesalahan dan kegagalan kita, kita juga bisa mendapatkan masukan berharga dari orang lain.

Lebih parah lagi, berdalih bisa menjerumuskan orang lain. Orang lain akan mengira dia berhasil sehingga mengikutinya, dan orang lain bisa ikut gagal. Bahaya lain ialah jika dalih Anda bisa dibaca oleh orang lain, akan menyebabkan berkurangnya kepercayaan orang lain kepada Anda, bahkan bisa hilang sama sekali. Jadi, kesimpulannya janganlah berdalih, kecuali yang dibenarkan oleh syar'i.

Tetap Berusaha

Siapakah manusia yang paling agung di jagat raya ini? Siapakah manusia yang paling dikasihi oleh Allah SWT, siapakah yang sering dibantu oleh malaikat saat berperang? Siapakah yang memiliki pasukan militan, yang sudah terbina mentalnya, yang memiliki keberanian luar biasa? Siapakah orang yang paling tawakal? Jawabannya tentu saja Rasulullah SAW.

Namun saat beliau akan melakukan perang, beliau sendiri menyiapkan segala perlengkapan, dan menyiapkan segala keperluannya. Beliau juga mempersiapkan segala persiapan yang melindungi dan menjaga keselamatan, mengutus mata- mata dan intelejen untuk mengetahui keadaan musuh, dan berusaha mengetahui titik-titik kelemahan musuh-musuh beliau.

Maka sungguh aneh jika ada manusia biasa yang merasa tidak memerlukan usaha dengan alasan tawakal. Jika manusia yang paling mulia saja tetap berusaha, mengapa manusia biasa dengan congkaknya mengatakan tidak perlu berusaha? Jika kita membaca sejarah beliau, kita bisa melihat bahwa ada keseimbangan antara tawakal dan usaha. Antisipasi dan usaha untuk masa depan sama sekali tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip tawakal.

Lain lagi jika sudah berusaha, namun hasilnya tidak juga kita dapatkan, disinilah waktunya untuk bertawakal kepada Allah SWT. Kita serahkan apa yang terbaik bagi diri kita menurut Allah SWT sambil kita berusaha lagi. Allah Maha Tahu, sehingga pasti akan tahu apa yang terbaik bagi kita, termasuk mungkin kita harus lebih banyak berusaha.

Tentang pentingnya usaha, mungkin kita perlu merenungkan hadits yang cukup menarik ini, karena isinya begitu fenomenal yang mematahkan pendapat orang yang mudah menyerah atau tidak mau berusaha dengan alasan tawakal, "Jika hari kiamat tiba sedangkan kalian masih memegang bibit pohon kurma, maka kalian masih dapat untuk tidak beranjak dari tempat kalian untuk menanamnya, maka tanamlah!"
(HR Ahmad dan Bukhari)